Spesialis Mikrobiologi Klinik RS Muhammadiyah : Mutasi Virus Corona Belum Berefek Pada Deteksi dan Terapi Pasien
Yogyakarta – Covid Talk Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) siang ini mengambil tema “Jika Mutasi Terjadi pada Virus SARSCov-2 : Bagaimana Pengaruhnya Terhadap Deteksi Dini, Terapi, dan Vaksin?” dengan menghadirkan narasumber dr. Raden Ludhang Pradipta R, Sp. MK., M.Biotech (spesialis mikrobiologi klinik RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta) dengan moderator dr. Ekorini Listiowati, MMR (Direksi RS PKU Muhammadiyah Gamping, Divisi Rumah Sakit MCCC PP Muhammadiyah).
Dokter Ludhang mengawali diskusi dengan pemaparan bahwa dokter dan tenaga medis mempunyai resiko yang tinggi terpapar Covid-19. “Resikonya hampir mendekati 100%, sehingga ini bisa menjadi catatan bagi Muhammadiyah yang mempunyai banyak aset kesehatan,” katanya.
Berbicara tentang virus Corona, dokter Ludhang menyampaikan bahwa virus Corona ini adalah jenis virus RNA (rantai tunggal) yang mempunyai kekurangan yaitu mudah bermutasi, kelebihannya mudah diinaktivasi. “Saya tidak menyebut mati atau hidup karena sebenarnya virus ini bukan makhluk hidup, sehingga istilahnya adalah aktif dan non aktif. Transmisinya melalui kontak dan droplet, mampu berada di lingkungan 1-3 hari, jenis kasusnya transmisi lokal dan impor serta penyebarannya dari orang ke orang sehingga disebut super spreader” ujarnya.
Ludhang menambahkan yang menarik dari virus Corona adalah replikasinya (kemampuan virus untuk memperbanyak diri) dan mutasinya sangat tinggi. “Penyebarannya bahkan disebut super spreader karena dari satu orang bisa menularkan ke lebih dari satu orang yang lain, terbukti di kejadian di Cilacap yang mana satu penumpang travel positif Covid-19, ketuju-tujuhnya (penumpang lain) kena. Dibutuhkan waktu 10 menit kontak secara aktif akan terpapar” ungkapnya.
Terkait mutasi virus Corona Ludhang mengatakan dimulai awal Januari ketika genom virus ini mulai bisa dilihat secara utuh sehingga saat itu masih timbul pertanyaan-pertanyaan dari mana sumber virus tersebut apakah dari ular, kelelawar. “Karena secara viro genetik beda dengan Mers dan SARS maka disebut SARS Cov-2,” lanjutnya.
Dalam perkembangan penelitian virus Corona ini, para peneliti membaginya menjadi berbagai tipe A, B dan C. Tipe-tipe yang mewabah di masing-masing kawasan bisa berbeda-beda seperti di Italy adalah tipe C sementara Inggris, Belgia dan Spanyol adalah tipe B serta Amerika tipe A. “Migrasi manusia dari satu tempat ke tempat lainnya, dengan karakter berbeda dari satu negara ke negara lain entah itu iklimnya, makanannya mempengaruhi virus yang dia bawa,” ujar Ludhang.
Sementara menjawab pertanyaan yang menjadi pokok diskusi yaitu Jika Mutasi Terjadi pada Virus SARSCov-2 : Bagaimana Pengaruhnya Terhadap Deteksi Dini, Terapi, dan Vaksin? Ludhang mengutip seorang ahli virologi Universitas Reading yaitu Profesor Ian Jones yang menyatakan virus ini secara umum mutasinya bisa terjadi secara alami sehingga kita tidak perlu kaget dan masih dalam konteks laboratoris serta belum ada indikasi mutasi yang memunculkan virus benar-benar berbeda. “Jadi kesimpulannya memang terjadi mutasi namun belum mempunyai efek sangat signifikan terkait dengan deteksi, terapi dan vaksinasi,” pungkasnya.(*)
Budi Santoso, S.Psi.
Tim Media MCCC PP Muhammadiyah